Langsung ke konten utama

Nikmat yang Tak Kau Syukuri


Hei you......
Apa kabar semuanya? sehat kan?

Sekian lama mencari momen dan mood untuk bisa menulis lagi. Entah rasa malas selalu menggelayuti. Tangan selalu berat untuk menari di atas keyboard. Menyapa dunia, menuangkan ide dan perasaan. Yah, semua menjadi berat.

Tapi kali ini, ada sesuatu yang ingin kutuliskan. Sesuatu yang kujadikan sebagai pelajaran hidup tuk hari ini. Semoga hari-hari berikutnya semangat kembali menghampiri

.............................................................................................................................................................

Hari ini, aku pulang dengan suasana yang tidak baik-baik saja. Dengan suasana yang belum sepenuhnya kembali seperti sebelumnya ternyata menyadarkan bahwa tak ada hal yang akan kembali sama kalau sebelumnya pernah tak baik-baik saja. Apalagi dengan watakku yang keras dan idealis, banyak yang tidak bisa berkompromi dan banyak yang tidak bisa kukompromi. Satu hal yang hari ini membuat tidak baik-baik saja, yaitu saat tak dianggap. Nyesek..... tapi ya sudahlah. Setahun belakangan aku sudah belajar mati-matian menjadi bodo amat. Tidak boleh rusak hanya karena hari ini. ok, let's smile :)

Balik ke rumah, aku menyempatkan mengunjungi sebuah rumah yang sebelumnya telah kuvalidasi dan kuusulkan untuk menjadi penerima bantuan sosial. Bagiku, beliau sangat layak menerima. Maksudku berkunjung adalah untuk memberikannya kabar gembira bahwa namanya telah ada dalam data bayar penerimaan bansos. tinggal menunggu surat panggilan saja. Namun saat mengetuk pintu, seorang anak muncul dan berkata: Nenek sedang sakit. Dia muntah darah. Ya Rabb..... :(

Aku pun menghampirinya dan mengecek suhu badannya dengan memegang jidat dan tangannya. Kepala panas dan tangannya dingin. Itu berarti sakitnya sangat tidak main-main. DIa meringis dan tak lama batuk. Dan.... benar dia muntah darah. seumur-umur baru melihat orang muntah darah. Setelah membantunya muntah dan mengembalikan posisinya berbaring di tempat tidur, aku pun mengusap kepalanya dan memegang tangannya. dia pun menggenggam erat tanganku. Tangannya telah keruput dimakan usia, tenaganya lemah, suaranya rendah merintih. Kulirik 2 makhluk kecil di sampingnya. dua orang anak sekolah dasar kelas 2 dan 6 SD. merekalah yang bersama nenek tersebut. Aku pun bertanya ke mereka berdua

A: Hanya berdua jaga nenek?
B: Iya. Semua pada pulang kampung
A: Oh, kampus libur ya?
C: iya
A: Jadi dari tadi hanya berdua jaga nenek?
B: Tadi ada tante yang datang menjaga
A: Sejak kapan nenek begini?
B: Jam 3 tadi
A: Langsung muntah darah?
C: Iya. darah warna cokelat (padahal darahnya terkena air jadi menjadi kecokelatan)
A: Nenek sudah makan?
B: Sudah tadi
A: Kapan?
C: jam 10
B: bukan jam 12
A: Makan apa?
B: makan nasi
A: Tidak bisa makan bubur?
B: tidak mau
C: Tadi nenek makan nasi dengan air
A: ...??!@#$%

Kemudian si nenek bersuara ikut menjelaskan
Nenek: Tadi, saya beli mie dan menyiramnya. Mie-nya saya berikan ke mereka berdua, airnya saya campur dengan nasi yang kumakan.

Rasanya tercabik-cabik mendengar penuturan si nenek. Ya Rabb, masih ada ya orang yang hanya makan nasi dengan air kuah dari mie siram?. Rasanya menohok diri yang terkadang makan mie hanya menghabiskan sebahagian :(.

Belum hilang kaget, aku pun bertanya tentang obat yang biasa di konsumsi. Kupikir karena si nenek sering sakit, mungkin persediaan obatnya banyak. Ternyata obat yang tersedia hanya sebuah obat penambah daya tahan tubuh, sebuah obat herbal + sebuah obat maag. Kala sakit melanda, asam lambung kembali kumat seperti ini, katanya obat yang dijadikan andalan adalah obat maag itu. Dan kalau malam mengkonsumsi obat herbal yang satunya. Kata cucunya, supaya cepat tidur :(. Tidak ada bahkan sekedar minyak angin, minyak kayu putih atau obat penurun panas. Mana keluarga yang lain?

Si nenek tinggal bertiga dengan cucunya. Cucu dari 2 orang tua yang berbeda. keduanya memiliki orang tua yang tidak utuh. Ada karena cerai mati ada pula yang cerai hidup. Namun pada dasarnya keduanya tidak begitu diperhatikan oleh orang tua masing-masing. Kurang paham anak si nenek ada berapa dan dimana. Namun sewaktu menemani ada dua orang keluarganya yang datang, satu keponakan dan yang satu cucu sepupu. Ayah salah satu cucu yang dirawatnya sebenarnya tinggal juga bersama mereka hanya tidak menetap karena pekerjaan mengantar barang dari satu kota ke kota lainnya sehingga rumah hanya dijadikan tempat istirahat sejenak. Dari cerita yang kudengar juga, kemarin cucunya itu dipukul oleh ayahnya. Itu yang menjadi penyebab lain banyaknya pikiran dari sang nenek. Benar-benar kompleks.

Saat malam semakin larut dan aku takut jalan masuk lorong seorang diri. kuputuskan untuk pamit pulang ke rumah. Paling tidak aku sudah bisa merasa lega ada keluarganya yang menemani dan katanya akan dimasukkan ke rumah sakit. Perjalanan pulang, aku pun mencari-cari rasa sakit, kecewa, tak baik-baik sja yang sebelumnya kurasakan. Rasanya memudar dan mungkin menghilang. Yang ada malah rasa malu, sadar, dan juga syukur dengan diriku saat ini. Mungkin ini maksud Allah memperjalankan aku sampai ke rumah sang nenek. Mungkin ini juga maksud Allah memberiku rasa tak baik-baik saja sebelumnya. Aku akan dibelajarkan untuk bisa lebih menghargai hidup, mensyukuri segara cerita dan rasanya, serta menggelitik diriku untuk malu terus bersedih dan memikirkan segala ketidakbaikan yang kuterima.

Apa yang harus kurisaukan dengan dunia? sedang yang kupijaki belumlah seburuk dari banyak orang di luar sana. Apa lagi yang harus kujadikan alasan ketidakberuntunganku? sedang ada begitu banyak hal yang kuterima, kurasakan, kuberikan yang dapat membuatku tersenyum. Aku masih hidup, aku bekerja, aku mandiri, aku bersama ibuku, aku dekat dengan keluargaku, aku bisa bermanfaat untuk orang banyak, aku tidak mengganggu hidup orang lain, aku bisa berproses menjadi lebih baik, aku masih bisa beribadah, dan paling penting aku punya Allah: pusat dan sumber segala sesuatu. Lalu apa yang membuatku tidak baik-baik saja?

Sampai di rumah, aku pun menceritakan tentang si nenek kepada ibuku. kebetulan dia pun mengenalnya dan akrab malah. Darinya kembali banyak informasi yang kuketahui lagi tentang si nenek, tentang seringnya beli sebungkus makanan kemudian dibagi bertiga dengan kedua cucunya :((. Tentang dia yang seperti sebatangkara. Sampai akupun bertanya kepada ibu: siapa yang membiayai hidupnya? Ahhh.... Apalagi yang bisa membuatku tidak bersyukur?. Aku masih bersama ibuku. Aku masih diberikan rejeki bisa tinggal bersamanya, melihat apa yang dimakan dan dipakai, memastikannya tetap makan dan baik-baik saja. Walaupun tidak seperti mereka yang punya banyak harta, penghasilan, gaji, pangkat, atau ada yang bisa memberi nafkah, paling tidak aku bisa makan bersama ibuku. Bagiku itu sudah jauh dari cukup.

Syukran yaa Rabb.... ada banyak pelajaran tuk kali ini. Terima kasih atas rasa, perjalanan, cerita untukku. Meski dalam kacamata orang atau bahkan kacamataku diliputi banyak kekurangan, namun sebenarnya di balik semuanya, engkau menitip dan menyisip banyak pelajaran. benar, bukan kita yang kekurangan tetapi kita yang sulit bersyukur

Semoga sang nenek diberikan kesehatan, keberkahan, kebahagiaan, dan rejeki yang berkah. Semoga beliau lekas sembuh dan hidup dengan bahagia dengan cucu-cucunya. Sabar ya nek..... Syafaakillah. Laa ba'sa thohuruun insya Allah

Terkadang banyak nikmat yang tidak dimiliki kita tangisi, tanpa kita sadari banyak nikmat yang telah diberi namun tidak kita syukuri. Hanya karena nikmat kita tidak seperti nikmat orang lain



Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap